Tokoh Amungsa Minta Pemda Mimika Jangan Paksa Masyarakat Lakukan Vaksinasi Covid-19

TIMIKA, KARYAJURNALIS – Agustinus Anggaibak, S. E selaku tokoh masyarakat dan pemuda di Amungsa meminta pemerintah kabupaten Mimika jangan memaksa warga kabupaten Mimika untuk lakukan vaksinasi Covid-19. Pasalnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan tidak mewajibkan melakukan vaksinasi covid-19 kepada warga.

Kepada media ini, Selasa, (13/7). Agustinus Anggaibak mengatakan upaya pemaksaan kepada warga oleh pemerintah lakukan vaksinasi covid-19 adalah melanggar hak asasi manusi (HAM).

“tidak boleh paksa masyarakat. Pemerintah harus turuti perintah WHO,”tegas Anggaibak melalui sambungan seluler.

Pihaknya menegaskan, Ini bukan kata saya tapi anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada semua negara.

“Kami masih trauma atas meninggalnya ketua DPRD Mimika, Robby K Omaleng. Dirinya diduga wafat usai vaksinasi Covid-19 juga dipengaruhi oleh kombinasi dengan penyakit lain yang dideritanya,”jelas Anggaibak.

Dikuti Kompas Mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai menilai, rakyat yang menolak untuk divaksin Covid-19, merupakan hak asasi yang diatur dalam undang-undang.

Seperti dijelaskan dalam Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 Bab III, pasal 5 yang berbunyi: Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

“Jadi hak asasi rakyat tolak vaksin,” kata Natalius Pigai di akun twitternya, Rabu (13/1).

Pigai mengatakan, rakyat tidak bisa dipidanakan dengan UU Karantian. Sebab Indonesia tidak menerapkan karantina wilayah.

“Penolakan Vaksin tidak bisa dipidana dengan UU Karantina Kesehatan Jika Negara Belum Umumkan Lockdown atau Status Karantina Wilayah,” kata Pigai.

Pigai kemudian menanyakan statemen Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) Edward Hiariej yang menyebut bahwa rakyat yang menolak divaksin akan mendapat sanksi pidana.

“Saya tanya Wamen ini sekolah dimana? ngerti arti kekarantinaan? kurang baca ni UGM; UU Kesehatan, UU Tentang Kesehatan, UU Wabah. Kekarantinaan itu harus dengan National adress soal entry dan exit darat, laut dan udara. Lock dan open wilayah. Pak Jokowi belum umum status! jangan ngawur,” cetus Pigai.

Pihaknya mengatakan, pemerintah Jokowi seharunya tidak main ancam kepada rakyat yang enggan divaksin.

“Jangan ancam rakyat, tapi Pemerintah Jokowi mesti dan harus bangun gagasan “sukarela dan Sukarelaisme” dalam pelayanan Vaksin COVID-19.

Rakyat memiliki tanggungjawab moril untuk kesehatan. Itulah cara pandang litigate government dan respek pada HAM,” ungkat Natalius Pigai.

Sebelumnya, Wamen Kemenkum HAM Edward Hiariej menyatakan, masyarakat yang menolak vaksinasi Covid-19 dapat dijatuhi hukuman pidana paling lama 1 tahun penjara.

“Ketika pertanyaan apakah ada sanksi atau tidak, secara tegas saya mengatakan ada sanksi itu. Mengapa sanksi harus ada? Karena tadi dikatakan, ini merupakan suatu kewajiban,” kata Edward, Sabtu (9/1).

Guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada itu mengatakan, ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 93 UU tersebut menyatakan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta.

Sementara itu, pada pasal 9 UU yang sama, disebutkan bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *