Demokrat Tolak Evaluasi Otsus Jilid 2, Politikus PDIP Justru Jadi Pansus dan Mendukung

Ketua Pansus Otsus Papua Politikus PDIP Komarudin Watubun menyerahkan laporan Pansus RUU Otsus Papua kepada Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (15/7/2021). Foto: Runi/Man
Ketua Pansus Otsus Papua Politikus PDIP Komarudin Watubun menyerahkan laporan Pansus RUU Otsus Papua kepada Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (15/7/2021). Foto: Runi/Man

JAKARTA, KARYAJURNALIS- Fraksi Partai Demokrat DPR Papua menolak undang-undang (UU) Otonomi Khusus (Otsus) yang sedang dibahas di DPR-RI, pihaknya menganggap bahwa hal itu tidak sesuai dengan amanat pasal 77 dalam Undang-undang Otsus bagi Papua.

Demikian pernyataan tertulis tersebut dibacakan oleh perwakilan Fraksi Demokrat, Mustakim dalam Rapat perubahan kedua Undang-undang Nomor 21 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, diruang rapat Paripurna DPR Papua, Selasa (15/6) lalu.

Dikutib, RMOLPapua.com, Edisi: 16 Juni 2021. Dalam penyampaiannya, fraksi Demokrat meminta kepada pemerintah pusat agar konsisten dan taat terhadap pasal 77 UU Otsus tahun 2021 yang berbunyi “Usul Perubahan Atas Undang-undang Ini Dapat Diajukan Oleh Rakyat Provinsi Papua Melalui MRP dan DPRP kepada DPR-RI atau Pemerintah pusat Sesuai dengan Peraturan Perundangan-undangan.”

Pendapat Fraksi partai Demorat di DPR Papua menyikapi Pemerintah dalam melakukan perubahan kedua Undang-undang Nomor 21 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua telah menetapkan beberapa poin kesimpulan yang didasari pada beberapa kajian dan pelaksanaan Otonomi Khusus selama 21 tahun di antaranya.

  1. Pemerintah gagal dalam menjalankan dan mengimplementasikan kebijakan Otonomi khusus di Papua selama 7 tahun terakhir.
  2. Sektor-sektor Kementerian gagal dalam menerjemahkan implementasi undang-undang Otsus Provinsi Papua
  3. Otonomi khusus Provinsi Papua bukanlah persoalan dana saja.

Fraksi Partai Demorat berharap pemerintah pusat dapat merevisi secara menyeluruh UU Otsus bagi Papua sesuai dengan usulan dari Pemerintah Provinsi Papua tahun 2014 dan mendukung penuh aspirasi yang disampaikan oleh rakyat Papua melalui MRP dan DPR Papua.

Sementara itu, dilansi Karyajurnalis di media CNN Indonesia Edisi: 30/03/2021 DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (RUU Otsus Papua) dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021.

“Selanjutnya kami akan menanyakan kepada seluruh fraksi apakah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dapat di setujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?” tanya Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang kemudian diikuti ketukan palu pengesahan di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (15/7/2021).

Ketua Pansus Otsus Papua Komarudin Watubun dalam laporannya mengatakan, terdapat 20 pasal yang mengalami perubahan dalam RUU ini. Sebanyak 20 pasal tersebut terdiri dari 3 pasal usulan Pemerintah yang memuat materi menganai dana Otsus Papua, sebanyak 15 pasal di luar substansi yang diajukan, ditambah 2 pasal substansi materi di luar undang-undang.

Dalam perubahan tersebut, lanjut Komarudin, RUU Otsus Papua ini mengakomodir perlunya pengaturan kekhususan bagi Orang Asli Papua (OAP) dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan perekonomian serta memberikan dukungan bagi pembinaan masyarakat adat.

“Dalam bidang politik, hal ini dapat dilihat dengan diberikannya perluasan peran politik bagi Orang Asli Papua dalam keanggotaan di DPRK, sebuah nomenklatur baru pengganti DPRD yang diinisiasi dalam RUU,” paparnya di hadapan Rapat Paripurna DPR RI.

Di bidang pendidikan dan kesehatan, RUU Otsus Papua mengatur mengenai kewajiban Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengalokasikan anggaran pendidikan dan kesehatan untuk OAP. Dalam bidang ketenagakerjaan dan perekonomian, pada pasal 38 telah menegaskan bahwa dalam melakukan usaha-usaha perekonomian di Papua, wajib mengutamakan OAP.

“Dalam  bidang  pemberdayaan,  Pasal  36  ayat  (2)  huruf (d) menegaskan bahwa sebesar  10 persen  dari  dana  bagi  hasil  dialokasikan  untuk  belanja bantuan pemberdayaan masyarakat adat,” tambah Komarudin. Terkait dengan lembaga MRP dan DPRP, RUU ini memberikan kepastian hukum bahwa MRP dan DPRP berkedudukan masing-masing di ibu kota provinsi serta memberikan penegasan bahwa anggota MRP tidak boleh berasal dari partai politik.

Komarudin menambahkan, mengenai pembahasan partai politik lokal, RUU Otsus Papua mengadopsi putusan MK Nomor. 41/PUU-XVII/2019 dengan menghapus ketentuan pada ayat (1) dan (2) pasal 28. UU ini juga memberikan kepastian hukum terkait dengan pengisian jabatan wakil gubernur yang berhalangan tetap.

Selain itu, dalam RUU ini diatur pula mengenai dana Otsus yang disepakati mengalami peningkatan dari 2 persen Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, menjadi 2,25 persen. Melalui perubahan tata kelola dana otsus tersebut, diharapkan berbagai persoalan pembangunan selama ini dapat teratasi.

Kemudian, RUU ini juga mengatur tentang hadirnya sebuah Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BK-P3), pemekaran provinsi di tanah Papua, serta peraturan pelaksanaan dari undang-undang ini yang mengatur bahwa penyusunan Peraturan Pemerintah harus dikonsiltasikan dengan DPR, DPD dan Pemerintah Daerah di Papua dan Papua Barat.

“Mari kita berkomitmen untuk melaksanakan seluruh revisi Undang-Undang sesuai dengan tugas dan wewenang kita masing-masing, terutama bagi Parpol yang akan menentukan rekrutmen kepemimpinan daerah yang akan memikul tanggung jawab penuh untuk memastikan undang-undang ini dapat dilaksanakan atau tidak,” tutup legislator dapil Papua tersebut.

Kemudian, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua menjadi Undang-Undang.

Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (15/7).

“Apakah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan Rapat Paripurna kepada anggota dewan yang hadir

RUU Otsus Papua merevisi 20 pasal dari UU Otsus Papua. Sebanyak tiga pasal diajukan pemerintah dan 17 lainnya diajukan DPR RI.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua menjadi Undang-Undang.

Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (15/7).

“Apakah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan Rapat Paripurna kepada anggota dewan yang hadir

RUU Otsus Papua merevisi 20 pasal dari UU Otsus Papua. Sebanyak tiga pasal diajukan pemerintah dan 17 lainnya diajukan DPR RI.

Salah satu poin yang diubah dalam regulasi yang baru ialah terkait dana Otsus Papua juga diubah dari 2 persen menjadi 2,25 persen, sebagaimana tertuang di Pasal 34 ayat (3) huruf e draf RUU Otsus Papua.

Namun, dana Otsus Papua sebesar 2,25 persen itu dibagi menjadi dua yakni berupa penerimaan yang bersifat umum setara dengan 1persen dari plafon DAU nasional serta penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan sebesar 1,25 persen dari plafon DAU nasional yang ditujukan untuk pendanaan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Pengesahan RUUOtsus Papua diwarnai aksi unjuk rasa di Papua. Puluhan orang ditangkap dalam aksi menolak RUU Otsus di Papua.

Kapolres Jayapura Kota Kombes Gustav R Urbinas mengatakan 23 orang yang diamankan aparat saat demonstrasi tolak otsus jilid II di sejumlah wilayah merupakan koordinator dan provokator massa yang melakukan tindakan anarkistis.

“23 orang tersebut merupakan koordinator aksi dan provokasi. Melakukan pelemparan,” kata Gustav dalam keterangannya, Kamis (15/7).

Ia mengatakan, aparat melakukan pembubaran paksa aksi demonstrasi itu lantaran tidak mengantongi izin. Saat diimbau untuk bubar, kata dia, massa kemudian melempari petugas dengan batu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *