WNA Australia, Renato Lammanda bersama Kuasa Hukumnya, Memohon Agar Dibebaskan Dari Tuntutan

Karya jurnalis, Jakarta | – Polda Bali menetapkan Renato Lammanda, Warga Negara Australia selaku Direktur PT BALI ASLI TA pemilik LEGIAN outlet ebagai Tersangka atas tuduhan Pelanggaran Pasal 100 ayat 1 UU Merek, menggunakan merek yang serupa (meniru) dan atau menggunakan Merek tanpa hak, berdasarkan Laporan Polisi (selanjutnya disingkat ”LP’) Nomor LP/B/331/VI/2022/SPKT/POLDA BALI pada tanggal 23 Juni 2022 (bukan melalui Pengaduan Masyarakat).

Padahal Renato memiliki Surat Perjanjian Waralaba pada tanggal 1 Oktober 2013 untuk menggunakan merek Gloria Jeans Coffees (GJC) secara sah sampai tanggal 1 Oktober 2023 (tahun depan).

Untuk itu Renato telah melakukan pembayaran Franchise Fee sebesar AUD 25.000,00 (dua puluh lima ribu Dollar Australia) setara kurang lebih Rp. 265.000.000 (dua ratus enam puluh lima juta rupiah) untuk waktu 10 (sepuluh) tahun, yang di transfer via Bank Commonwealth.

“Mengingat bahwa Klien kami adalah coffee House terbaik (Peringkat #1) versi TripAdvisor (pilihan para customer), maka kami melihat dalam perkara ini sebenarnya Pelapor kesal karena Klien kami tidak mau memperpanjang waralaba GJCnya melalui dia dan mengetahui bahwa tahun depan Klien kami sudah memiliki Merek tersendiri,” kata Kuasa hukum Nyoman Samuel Kurniawan S.E., S.H., M.H., C.L.A kepada wartawan awak media di Jakarta, Jum’at (16/12).

Menurut Nyoman, proses Penyidikan terhadap Renato diawali dengan Laporan Polisi pada tanggal 23 Juni 2022 (bukan melalui Pengaduan Masyarakat) dan keesokan harinya, pada tanggal 24 Juni 2022, langsung dilakukan Penggeledahan dan Penyitaan.

“Berdasarkan Surat Panggilan Nomor: S. Pgl/365/VII/2022/Ditreskrimsus tertanggal 6 Juli 2022 yang isinya memanggil Renato untuk diperiksa sebagai saksi pada tanggal 11 Juli 2022, diketahui bahwa pada tanggal 24 Juni 2022 itu juga telah terbit SPRINDIK Nomor: SP. Sidik/44/VI/2022/ Ditreskrimsus, sehingga jelas jarak waktu dari LP hingga terbit SPRINDIK sangat amat singkat dan terlalu cepat,” ungkapnya.

Lebih rinci, Nyoman menyebut, pada tanggal 24 Juni 2022 sebanyak 8 (delapan) orang Petugas Kepolisian dari Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali tiba-tiba datang menggeledah dan menyita barang-barang dan perlengkapan usaha GJC di outlet Legian, tanpa ada informasi atau pemberitahuan apapun, tanpa diberi kesempatan untuk membela diri/melakukan klarifikasi bahwa Renato masih memiliki legal standing, alas hak dan dasar hukum.

Sehingga membuat Renato sangat terpukul secara psikologis, hancur reputasinya dan dipermalukan karena tindakan agresif tersebut terjadi di hadapan masyarakat , pelanggan dan pegawai (selanjutnya disebut ”INSIDEN LEGIAN”) padahal saat itu OUTLET LEGIAN tercatat sebagai Coffee House terbaik (Peringkat #1) untuk wilayah Kuta versi Tripadvisor.

“Renato tidak merasa melanggar hak penggunaan merek GJC, karena berdasarkan PERJANJIAN LEGIAN, Waralaba GJC Pemohon berlaku sampai 1 Oktober 2023 dan belum dicabut dan telah mendapatkan pengakuan dari GJC Holdings dalam surat resminya kepada Dirjen HKI pada tanggal 15 Mei 2018 yang dengan jelas mengakui outlet LEGIAN sebagai bagian dari 10 (sepuluh) outlet waralaba GJC (GJC Franchise Store) di Indonesia,” tegasnya.

Lebih lanjut, Nyoman menjelaskan, pada tanggal 28 Juni 2022, 4 (empat) hari setelah terjadi “insiden Legian” yang telah menghancurkan reputasi, mempermalukan dan merusak nama baik Renato, baru kemudian Retail Food Group USA (”RFG”) atas sepengetahuan dan persetujuan GJC Holdings dan GJC International, memberikan jawaban melalui surat elektronik yang benar-benar sangat mengejutkan Renato, yaitu memberitahuukan bahwa Perjanjian Lisensi Merek Dagang serta Perjanjian Pasokan antara GJC Holdings dan GJC International dengan Matthew J. Hughes, keduanya tertanggal 30 Juni 2012 (selanjutnya kedua perjanjian tersebut disebut sebagai “PERJANJIAN BALI”) yang tadinya menjadi alas hak Matthew J. Hughes menjadi Pemberi Waralaba di Bali, telah dihentikan secara sepihak oleh GJC Holdings dan GJC International pada tanggal 4 Februari 2019, yaitu hanya dengan mengeluarkan pemberitahuan tertulis kepada Matthew J. Hughes.

Seandainya, jawaban RFG melalui surat elektronik tersebut diberikan sebelum tanggal 16 Juni 2022, sudah tentu pemohon dapat menentukan sikap yang tepat dan mengambil langkah yang benar, sehingga Insiden Legian yang telah menghancurkan reputasi, mempermalukan dan merusak nama baik Pemohon tidak akan terjadi, sehingga amat sangat disayangkan dan disesali, mengapa GJC Holdings yang telah mengetahui (mengakui) keberadaan Outlet Legian sebagai bagian dari 10 (sepuluh) outlet Waralaba GJC (GJC Franchise Store) di Indonesia, tidak memberitahukan (mengumumkan) perihal penghentian perjanjian Bali tersebut sesegera mungkin, sehingga mengakibatkan pemohon terlambat mengantisipasi dan menentukan langkah yang tepat dan benar, padahal sejak 18 Februari 2020 pemohon telah memiliki merek sendiri.

“Dalam perkara a quo patut dipertanyakan bagaimana mungkin LP tanggal 23 Juni 2022 tersebut diproses dengan begitu amat sangat cepat? sehingga keesokan harinya, pada tanggal 24 Juni 2022, sudah diterbitkan SPRINDIK dan bahkan langsung dilakukan Penggeledahan dan Penyitaan pada hari itu juga,” tandasnya.

Bahwa memperhatikan begitu amat cepat nya jarak waktu dari LP hingga Penggeledahan dan Penyitaan, maka pemohon meyakini bahwa diduga ada unsur ketidaknetralan Polda Bali dalam menangani LP dari pelapor.

Bahwa dengan rentang waktu yang Begitu Amat Sangat Cepat tersebut SPRINDIK telah diterbitkan tanpa melakukan Penyelidikan, tanpa penyampaian LHP dan tanpa Gelar Perkara.

Selanjutnya, Polda Bali melakukan Penggeledahan dan Penyitaan tanpa Surat persetujuan Ketua Pengadilan Negeri Denpasar.

Ketidak wajaran dalam penanganan perkara yang waktunya begitu amat cepat tersebut, terlihat diantaranya dari tidak adanya proses Penyelidikan yang sepatutnya, mengingat Renato tidak pernah dimintai keterangan/klarifikasi berkenaan LP tersebut, namun seketika terbit SPRINDIK yang seketika itu juga dilanjutkan dengan Penggeledahan dan Penyitaan di tempat usaha Renato.

“Proses penegakkan keadilan dan sosial justice tidak bisa berdiri tanpa dukungan masyarakat yang memiliki kekuatan mengontrol dan mengawasi institusi yudisial dari KKN dan perbuatan tercela lainnya.

Pengkhianatan terhadap hukum harus dihentikan, penganiayaan terhadap masyarakat harus dibasmi,” pungkasnya.(Rill)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *