Tokoh Agama: Sangat Urgen, Intervensi PBB Menyelesaikan Masalah Kemanusian di Papua

JAYAPURA, KARYAJURNALISDewan Gereja Papua (WPCC) mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sikapi persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai upaya mengakhiri masalah krisis kemanusian di bumi cendrawasih.

Kepada karyajurnalis.com, Rabu, (30/6). Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua, Dr. Socrates Sofyan Yoman, MA menjelaskan, Otonomi Khusus Papua yang gagal total dan menghasilkan penderitaan, tetesan darah dan air mata rakyat dan bangsa Papua ini, tidak bisa dilihat dalam konteks yang sempit Jakarta-Papua, tetapi harus dilihat dalam dimensi yang lebih luas.

Karena, Lanjut Yoman, desakan kepada rakyat Papua untuk menerima Otonomi Khusus Papua itu ada keterlibatan komunitas internasional, “sepetinya Pemerintah Amerika, Australia dan Uni Eropa terlibat secara langsung dan datang ke Papua dan menekan rakyat Papua untuk menerima Otonomi Khusus Papua. Katanya, dalam Otsus ada perlindungan, keberpihakan, dan pemberdayaan serta tidak ada pelanggaran HAM, “tutur Yoman.

“Ternyata, Otsus menjadi mesin pembunuh orang asli Papua, atau Otsus menjadi rumah hantu yang menakutkan dan menyimpan tulang belulang, penderitaan, dan tetesan darah dan air mata umat Tuhan di Tanah ini, “jelasnya.

Jadi, untuk evaluasi kegagalan Otonomi Khusus ini seharusnya dilibatkan dan diawasi komunitas internasional, yaitu, Amerika, Australia dan Uni Eropa. Mengapa pemerintah Amerika, Australia dan Uni Eropa memilih diam dan tidak ikut mempersoalkan kegagalan Otonomi Khusus?

“atas dasar itu, pada 26 Juni 2021, Dewan Gereja Papua (WPCC) mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk mengijinkan Komisioner HAM PBB untuk berkunjung ke Papua, “tuturnya.

“Pemerintah Indonesia lewat kepemimpinan Presiden Joko WIdodo segera membuka akses dan mengijinkan Komisioner Hak Asasi Manusia PBB, berbagai Tim investigasi independen international dari Pacific Island Forum, negara-negara African Caribbean and Pacific (ACP) serta media asing untuk masuk ke Papua , seperti yang sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam berbagai pernyataannya.

Dalam surat yang sama Dewan Gereja Papua mendukung komitmen Ir. Joko Widodo untuk bertemu dengan kelompok Pro-Referendum.

“Pemerintah Indonesia segera mengupayakan penyelesaian konflik Papua dan Jakarta dengan menindaklanjuti pernyataan Presiden Joko Widodo pada tanggal 30 September 2019 untuk bertemu dengan kelompok proreferendum.”

Dewan Gereja Papua (WPCC) dalam Surat Gembala ini juga menyatakan keprihatinan realitas kehidupan rakyat Papua saat ini.

“Mengingat situasi pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terus berlanjut dan situasi manusia Papua yang semakin terpuruk, maka kami meminta kepada pihak internasional.

“Kepada Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB untuk segera melakukan intervensi kemanusiaan ke Tanah Papua untuk melihat secara langsung dampak dari konflik dan pelanggaran HAM di Tanah Papua, “tutur Yoman melalui keterangannya.

Dewan Gereja Papua juga meminta pemerintah Amerika, Australia dan Uni Eropa untuk berkunjung ke Papua untuk melihat fakta pelaksanaan Otsus selama 20 tahun. Pemerintah Amerika, Australia dan Pemerintah Uni Eropa diminta berkunjung ke Papua, karena sebelum Otsus dilaksanakan Negara-Negara ini berkunjung ke Papua untuk ‘memaksa dan mendesak’ rakyat Papua menerima Otonomi Khusus Papua.

“Oleh karena itu kami meminta negara-negara pendukung dana dan pelaksanaan Otonomi Khusus Papua, yaitu Anggota Uni Eropa, Amerika Serikat dan Australia untuk segera mengirimkan delegasi ke Papua dan melihat langsung keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan Otonomi Khusus di Tanah Papua ,”desaknya.

Sebenarnya peluang ini harus dimanfaatkan oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk mempertanyakan Pemerintah Amerika, Australia dan Uni Eropa.

“ULMWP misi Eropa harus kreatif untuk melihat kesempatan ini dapat mempertanyakan sikap Negara-Negara Uni Eropa setelah Otsus gagal dalam pelaksanaan selama 20 tahun ini. Pemerintah Uni Eropa harus diajak dan didorong untuk berkunjung ke Papua untuk melihat langsung apa yang terjadi selama 20 tahun. ULMWP harus bertanya kepada Pemerintah Uni Eropa , “tutupnya.

 

JEKIKOM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *