Selamatkan Generasi Amungsa,  Lemasa dan Lemasko Sepakat Gabung Wilayah Adat ke Bomberay

MIMIKA, KARYAJURNALIS  – Khawatirkan akan  nasib generasi penerus tanah Amungsa secara politik menjadi penonton di rumah sendiri maka Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika bersama DPRD, Lemasko dan Lemasa serta tokoh adat dan masyarakat memutuskan Mimika harus keluar dari wilayah adat meepago dan kembali bergabung dalam wilayah adat Bomberay

Kesepakatan ini ditetapkan secara bersama dalam Rapat Koordinasi Pemekaran Provinsi Papua Tengah, di Hotel Cenderawasih, Selasa (26/01)

Dikutip pasifikpost, Upaya Mimika memutuskan keluar dari wilayah adat Meepago, demi menyelamatkan masa depan anak-anak Mimika khususnya Amunge dan Kamoro agar menjadi tuan rumah di tanah sendiri maka Keluarnya Mimika dipengaruhi karena Mimika dalam waktu dekat akan ditetapkan menjadi Ibu Kota Provinsi Papua Tengah.

Selain itu, secara adat istiadat, Mimika termasuk dalam wilayah adat Bomberai karena memiliki kesamaan dengan Kabupatena Fak-Fak dan Kaimana yang berada dalam wilayah selatan kepala Burung Cenderawasih yang didalamnya berisikan 19 suku.

Rapat koordinasi ini dipimpin langsung Bupati Mimika Eltinus Omaleng, Wakil Bupati Johannes Rettob dan Ketua DPRD Robby Omaleng.

Sebelum disepakati bersama gabungnya Mimika kembali ke wilayah adat Bomberai, Bupati Omaleng menjelaskan perjalanan Mimika sebagai calon kuat Ibu Kota Provinsi Papua Tengah.

“Kita semua sepakat membentuk Provinsi Papua Tengah, namun budaya dan identitas kita jangan sampai hilang. Pilihannya hanya dua yakni kita tetap berada dalam wilayah adat Meepago atau kita kembali ke Momberai yang adalah identitas kita,” ujarnya dalam forum.

Omaleng menegaskan, jika semuanya menyepakati bahwa Mimika tetap tergabung dalam wilayah adat Meepago maka tim akan langsung ke pusat untuk mengurusi penetapan Mimika sebagai Ibu Kota Provinsi Papua Tengah.

Namun kosekwensinya akan berdampak secara politis pada generasi Amunge Kamoro ke depan karena dua suku ini merupakan kelompok kecil dibandingkan suku lainnya di Meepago.

“Kita lihat gabung Meepago untungnya apa?? Jangan sampai ke depan kita dikuasai oleh orang lain lagi karena kita ini suku kecil, kalau gabung dengan orang lain secara politik kita kalah. Kitapun akan tergeser dalam kursi MRPD, DPRP bahkan untuk posisi gubernur maupun wakil gubernur,” ungkapnya.

Bupati mengakui bahwa pada 2019 lalu ia dan tujuh bupati di wilayah Meepago telah menyatakan tekad membentuk Provinsi Papua Tengah dengan ibukota Mimika.

Namun dalam perjalanannya, beberapa kabupaten malah menarik diri seperti Biak, Waropen dan Serui. Bahkan dalam perjuangan ini, Bupati Omaleng merasa seperti berjuang seorang diri.

“Kalian tidak usah khawatir karena Ibukota Provinsi Papua Tengah akan kita dapat sehingga kita harus luruskan dulu status wilayah adat. Kalau kita kembali ke Bomberai maka kita akan undang bupati Fak-fak dan Kaimana untuk membicarakan ini. Inipun tidak akan menghambat pembentukan Provinsi Papua Tengah,” jelasnya.

Bupati Omaleng juga mengatakan berdasarkan kajian tim UGM, Mimika sangat berpotensi menjadi ibukota dibandingkan Nabire yang berada di urutan kedua.

“Semua administrasi pendukung sudah siap. Jika kita kembali ke Momberai maka kita tinggal undang Fak-fak dan Kaimana termasuk Nduga untuk buat persetujuan seperti dengan bupati-bupati Meepago dulu,” terangnya.

Wakil Bupati Johannes Rettob mengatakan sedari dulu Mimika telah dipersiapkan menjadi
Ibukota Propinsi Irian Jaya Tengah mendasari
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Bahkan saat itu telah diangkat karateker gubernur.

Wabup John mengingatkan bahwa sedari awal Mimika merupakan bagian dari wilayah adat Bomberai, bukan Meepago.

Ia menegaskan agar pemerintah bersama DPRD dan lembaga adat harus bersatu memperjuangkan perubahan wilayah adat ini ke provinsi agar dibuatkan peraturan baru.

Setelah itu Pemda Mimika akan melakukan rapat koordinasi dengan Pemda Fak-fak dan Kaimana. Jika disepakati bersama maka Mimika akan langsung ditetapkan sebagai Ibukota Provinsi Papua Tengah.

“Semua sudah sepakat sehingga perubahan wilayah adat harus diperjuangkan. Kita bicara ini politik agar ke depan anak Amunge dan Kamoro harus menjadi pemimpin di tanah sendiri. Ini yang harus kita perjuangkan. Apalakah kita mau orang dari luar datang menguasai kita?,” tanya wabup diiringi teriakan sepakat peserta rapat agar Mimika keluar dari wilayah adat Meepago.

Ia menambahkan, saat ini 8 provinsi
di Indonesia dikhususkan untuk dimekarkan dan tiga diantaranya adalah Papua Tengah, Papua Selatan dan Papua Barat Daya.

“Selama ini kita jadi bagian dari Meepago tetapi budaya dan adat ini masih terus melekat yang mencirihkan kita sebagai orang Bomberai bahkan di kita Mimika masih punya tumang dan noken di Fak-fak yang belum kita ambil untuk saat ini. Kita tidak berpikir hari ini namun namun untuk anak cucu kita, Mimika
Ke depan,” terangnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Mimika, Robby Omaleng meminta dua lembaga adat yakni Lemasa dan Lemasko untuk lebih membuka taring terhadap persoalan ini karena ini menyangkut budaya dan adat istiadat.

“Pemerintah daerah sudah berikan kesempatan, masa Lemasa dan Lemasko diam. Ini momen yang tepat untuk kita, bagiamana kita bicara dari sisi adat dan politik ke depan. Kita tidak membedakan suku lain namun ini tentang harkat dan martabat orang Amunge dan Kamoro yang diangkat kembali. Ini untuk menyelamatkan generasi kita ke depan,” ungkapnya.

Robby mencontohkan dari sisi politik, jika Mimika masih tergabung dalam Meepago maka pada pemilihan gubernur nanti dan sistem noken masih digunakan, secara politis Mimika sudah kalah.

“Secara politik, untuk menduduki sebuah lembaga maka kita Amunge Kamoro ini harus mayoritas. Kalau pakai noken saja kita korban. Maka lembaga adat perlu duduk bersama buat kesepakatan bersama, sampaikan ke pemda, lanjutkan ke balekda dan paripurnakan kemudian masukan dalam perdasus. Ini alurnya,” jelas Robby.

Robby berharap semua saling melengkapi kekurangan yang ada dimulai dengan peran lembaga adat dalam menentukan batas wilayah Meepago dan Bomberai.

“Ini harus segera dilakukan. Bentuk 2 tim, tim untuk provinsi dan tim wilayah adat. Pemerintah daerah yang akan menentukan siapa yang masuk dalam perumusan ini,” ujarnya.

Dalam pertemuan ini juga diketahui bahwa Mimika saat itu dicaplok masuk ke dalam wilayah Meepago karen kepentingan politis.

Saat itu merupakan masa transisi Papua dan Papua Barat. Mimika dimasukan dalam wilayah Meepago namun tidak melalui rekomendasi lembaga adat Lemasa dan Lemasko.

“Saatnya kita kembali ke identitas asli kita yaitu Bomberai. Kita harus tunjukan itu karena ini menyangkut kebenaran,” ungkap salah satu tokoh masyarakat pada sesi tanya jawab.

Setelah disepakati bahwa Mimika kembali ke wilayah adat Momberai, Pemda Mimika akan mengeluarkan dua surat pernyatan, pertama penolakan gabung dengan Meepago dan Provinsi Papua Tengah harus jadi dengan Mimika sebagai tuan rumah bersama Kaimana dan Fak-Fak serta Nduga yang akan tergabung didalamnya. (JI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *