Karya Jurnalis|Papua
Mahkamah Konstitusi kembali melanjutkan persidangan Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada Nabire 2020, Jumat (26/02/21). Permohonan perkara yang disidangkan diajukan oleh paslon 03 Fransiskus Xaverius Mote-Tabroroni Bin M. Cahya.
Agenda persidangan yaitu pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pemeriksaan Saksi Ahli secara daring melalu aplikasi Zoom, serta penyerahan alat-alat bukti tambahan di persidangan.
Pasangan Fransiskus-Tabroni menilai ada permasalahan yang mendasar dan krusial pada penyelenggaraan
Pilkada Nabire seperti permasalahan penetapan DPT, ketidakprofesionalan penyelenggara,dan pemilih ganda.
kuasa hukum paslon 03 Fransiskus Xaverius Mote-Tabroni Bin M Cahya, Raja Sihotang mengatakan pihaknya akan tetap pada pokok permohonan mengenai banyaknya DPT yang bermasalah.
Dan menurutnya dalam hal ini KPU Kabupaten Nabire tidak profesional memfungsikan diri sebagai penyelenggara karena sama sekali tidak digunakannya data coklit (Pencocokan dan penelitian).
“Dalam persidangan nanti, kita akan membuktikan dengan mengambil sampel di Kecamatan Kota Nabire. Ini yang mau kita bongkar bahwa KPU (Komisi Pemilihan Umum) Nabire itu salah,” kata Raja di Jakarta, Rabu (24/2).
Raja juga menyayangkan, Bawaslu tidak menjadi seorang juri yang baik sehingga proteksi dini tidak ada.
“Dan ini akan dijabarkan dengan baik nantinya oleh saksi ahli kita, bahwa pilkada ini diulang secara menyeluruh atau kita berharap Majelis memutuskan ini seadil-adilnya dan mengharapkan MK menetapkan Fransiskus Xaverius Mote-Tabroni Bin M Cahya menjadi Bupati dan Wakil Bupati Nabire,” ungkap dia.
Raja juga berharap jika terjadi PSU meminta kepada Mejelis Hakim agar KPUD Provinsi Papua mengambil alih tugas dari KPU Kabupaten Nabire agar disupervisi oleh KPU RI.
Dari fakta persidangan yang sudah dilalui, lanjut dia, jelas bahwa pemberi kesaksian dan keterangan baik dari pihak termohon itu sama sekali tidak menunjukkan kerja mereka.
“Sebagai contoh, mereka ketika ditanya hakim tidak bisa menjawab berapa jumlah penduduk dan mereka tidak menulis dengan baik rekomendasi – rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bawaslu,” tegas Raja.
Raja menambahkan, yang paling fatal jawaban termohon yang pihaknya dapat, termohon berkoordinasi dengan Dukcapil per tanggal 19 Oktober 2020.
“Ternyata itu bohong, karena dari Dirjen Dukcapil sendiri kita punya surat sampai tanggal 3 Desember 2020 tidak ada koordinasi. Kita punya bukti resmi dari Dirjen Dukcapil,” pungkas Raja.
Kutipan www.dukcapil.kemendagri.go.id, Pemohon memperkarakan perihal jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada Nabire 2020 yang diduga melebihi jumlah penduduk. Persidangan yang digelar di Panel II ini dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Dalam persidangan, menjawab Majelis Hakim yang meminta keterangan, saksi ahli Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Prof. Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH menjelaskan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Nabire Semester II Tahun 2019 sebesar 171.852 jiwa. Sedangkan pada semester I Tahun 2020 sejumlah 172.190 jiwa, dan pada Semester II Tahun 2020 sejumlah 172.787 jiwa.
“Jumlah DP4 Pilkada 2020 Kabupaten Nabire yang diserahkan kepada KPU pada tanggal 23 Januari 2020 sejumlah 115.141 jiwa, dan DP4 pemilih pemula yang diserahkan pada tanggal 18 Juni 2020 adalah sejumlah 736. “Sehingga total DP4 yang diserahkan ke KPU sejumlah 115.877 jiwa,” kata Dirjen Zudan Arif Fakrulloh.
Dirjen Zudan menyebutkan, rata-rata jumlah DP4 di kabupaten/kota di Indonesia adalah 65 persen sampai dengan 75 persen dari total jumlah penduduk.
Sementara elemen penyusun NIK terdiri dari 6 digit kode wilayah, 6 digit tanggal bulan tahun lahir dan 4 digit berikutnya berupa nomor urut. “Setiap penduduk terdaftar dalam 1 KK dan memiliki 1 kepala keluarga,” kata Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh (JI/Ardhi Subhan)