JAKARTA, KARYAJURNALIS – Istana mengecam tindakan aparat Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara TNI AU menginjak kepala warga yang disebut menyandang disabilitas di Merauke, Papua Tindakan dua aparat itu dinilai eksesif alias melampaui batas.
Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan Presiden Joko Widodo meminta aparat keamanan harus memiliki perspektif hak asasi manusia (HAM). Aparat juga diminta menekankan pendekatan humanis dan dialogis, terutama kepada difabel.
“Atas terjadinya peristiwa tersebut, Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan penyesalan mendalam dan mengecam tindak kekerasan tersebut,” kata Moeldoko dalam keterangan tertulis, Rabu (28/7).
Moeldoko mengapresiasi respons cepat Panglima TNI dan Kepala Staf TNI AU menahan pelaku untuk diproses hukum. Ia meminta seluruh lapisan masyarakat mempercayakan proses hukum itu.
Di saat yang sama, Moeldoko meminta masyarakat mengawasi proses hukum kasus tersebut. Ia juga menyatakan KSP akan ikut memantau kasus tersebut.
“KSP akan memastikan bahwa pelaku diproses secara hukum yang transparan dan akuntabel serta memastikan korban mendapat perlindungan serta pemulihan,” ujarnya.
Mantan Panglima TNI itu berharap kejadian serupa tak terulang kembali. Ia mengajak semua pihak untuk mewujudkannya tak hanya di Papua, juga di seluruh Indonesia.
“KSP mengajak semua pihak untuk berupaya memastikan agar kejadian tersebut tidak berulang, baik di Papua maupun di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutur Moeldoko.
Sebelumnya, beredar video yang menayangkan aksi kekerasan aparat TNI AU di media sosial. Dalam video itu, dua orang aparat meringkus seorang warga Papua dengan cara menindih badan dan menginjak kepala.
Video itu beredar luas di media sosial. Kritik keras pun menghujani TNI AU. Merespons hal tersebut, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo meminta maaf atas tindakan anak buahnya.
“Saya selaku KSAU ingin menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh saudara-saudara kita di Papua, khususnya warga di Merauke, terkhusus lagi kepada korban dan keluarganya,” ucap Fadjar lewat video yang diunggah dalam akun Twitter @_TNIAU, Selasa (27/7).
Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari mengambil sejumlah langkah menyikapi insiden berlebihan oknum anggota TNI-AU di Merauke, Papua, yang videonya sempat viral.
“Dari Manokwari, kami akan melayangkan surat keprihatinan kepada presiden dan panglima TNI bahwa insiden seperti itu bukan baru pertama kali terjadi,” ujar Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy saat dihubungi media ini, Selasa (27/7) malam tadi.
Bukan hanya itu, kata Warinussy, pihaknya juga akan menggalang petisi bersama untuk mendesak Presiden dan Panglima TNI meninjau kembali pendekatan militeristik yang selama ini diterapkan di tanah Papua.
“Kami juga sudah koordinasi dengan teman-teman pegiat HAM di Papua untuk kita lakukan advokasi secara bersama sama,” ungkapnya.
Soal kronologi insiden video itu, Warinussy mengaku belum menerima informasi secara langsung dan detail. Namun, berdasarkan rangkuman informasi pihaknya, juga melihat cuplikan rekaman video yang viral diduga ada kesalahpahaman di antara warga sipil yang diduga berbuat onar dengan pemilik warung.
“Seseorang dalam video itu juga mencoba memberikan sesuatu yang diduga nasi dalam bungkusan dan menyuruhnya pergi demi melerai pertikaian. Kemudian datang lah dua oknum aparat dan kemudian insiden itu terjadi,” katanya.
Menurutnya, tindakan yang diambil Prajurit TNI AU itu tidak tepat dan tidak terukur, apalagi terhadap seorang difabel.
“Seharusnya tindakan yang wajar semisal memberikan tamparan dan teguran lalu menyuruh pergi. Tindakan wajar dan terukur itu saya rasa aparat keamanan tahu dan itu yang harus digunakan untuk menghindari tindakan yang berlebihan,” katanya.
Warinussy juga mengingatkan bahwa orang yang menjadi korban dalam video itu adalah warga sipil dan tidak bersenjata. Beda halnya ketika orang itu datang membawa alat tajam lalu melakukan tindakan kekerasan.
Menurutnya, tindakan ini menciptakan keresahan. Masyarakat bisa berpikir bahwa aparat yang ditugaskan ke Papua untuk membuat resah masyarakat dan justru itu bisa menurunkan kepercayaan publik rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia.
“Model seperti ini tindakannya harus tegas. Bila perlu dipecat, agar menjadi pembelajaran bagi yang lain,” tegasnya.
Fadjar mengakui insiden tersebut murni karena kesalahan anggotanya. Ia menegaskan bakal menindak tegas dua anggota TNI AU yang ada dalam video tersebut.
“Saya selaku KSAU ingin menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh saudara-saudara kita di Papua, khususnya warga di Merauke, terkhusus lagi kepada korban dan keluarganya,” kata Fadjar dalam sebuah rekaman video yang diunggah dalam akun Twitter @_TNIAU, Selasa malam (27/7).
“Hal ini semata-mata terjadi memang karena kesalahan dari anggota kami dan tidak ada niatan apapun juga. Apalagi dari berupa perintah kedinasan,” imbuhnya.