*Oleh: Uztad Ismael Asso*)
Disini saya tidak menyebut Indonesia tapi Jakarta karena kalau saya sebut Indonesia saya berdosa (fitnah) karena kata Indonesia meliput seluruh sama artinya menyalahkan Saudara-Saudaraku bangsa Indonesia (seluruhnya) padahal belum tentu ikut setuju, yang sesungguhnya kebanyakan (mayoritas) penduduk Indonesia nasibnya tak jauh beda dengan kami bangsa Papua dan satu hal paling penting disini harus saya katakan bahwa apa yang diputuskan para pejabat negara Indonesia di Jakarta tak sepenuhnya, jadi belum tentu, kecuali kebijakan politik oknum pengelola negara (baca, Pejabat Negara) sebagai penguasa seluruh rakyat Indonesia, sekali lagi sudah tentu tak sepenuhnya disetujui oleh segenap warga negara Indonesia. Untuk itulah judul tulisan ini lebih tepat saya pilih kata Jakarta (walaupun tak semua warga Ibukota, tapi lebih spesifik segelintir oknum pejabat negara yang tinggal di Jakarta yang penulis maksudkan) ketimbang saya sebut “Indonesia Menipu Papua” karena jika menyebut Indonesia seakan seluruh rakyat Indonesia dari Aceh hingga Maluku ikut terllibat menipu Papua dalam arti menyetujui kebiijakan “busuk” politik para (segelintir) pejabat negara Indonesia di Jakarta. Sekali lagi, padahal itu hanya segelintir oknum pejabat negara yang berkuasa dan kebetulan tinggal di Ibukota Negara (Jakarta) maka disini saya lebih tepat menyebut: Jakarta Menipu Papua atau Papua Ditipu Jakarta (PADIJA) dalam judul tulisan ini.
Sogok Papua
Demikian Profesor Dr Rocky Gerung sebagai seorang guru besar filsafat menyebut bahwa UU Otsus adalah “Paket Perintah Menyogok Papua”. Dengan demikian dua Pasal yakni UU Perimbangan Keuangan dan Pemekaran Propinsi Papua saat ini sedang dibahas oleh DPR RI di Senayan diketuai oleh Komaruddin Watubun bertujuan “menyogok” lagi dan itu mau dipaksakan pada rakyat Papua adalah semacam Paket UU Sogokan Pemerintah bagi rakyat Papua.
Mau membenarkan diri dari sudut manapun pembenaran sebagai alasan kebenaran keberhasilan UU Otsus Papua oleh Pemerintah Pusat sama sekali tak dibenarkan oleh seluruh lembaga resmi pemerintah dan non pemerintah Indonesia sendiri mulai dari Pemerintah Propinsi Papua (Gubernur, DPRP, MRP, Para Bupati dan Walikota) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), seluruh Lembaga Ormas Agama dalam Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) se-Propinsi Papua/Barat, Seluruh LSM, Para Tokoh Adat dan Agama se-Tanah Papua dan Papua Barat, para pakar dan pengamat, peneliti seluruhnya mengatakan dengan jelas, dan berterus-terang dengan sangat terang benderang bahwa Otonomi Khusus Papua selama 20 tahun kurang telah gagal total. Bahkan pihak Pemerintah Pusat sendiri mengakui bahwa Otonomi Khusus Papua gagal total dengan meninggalkan jejak puluhan Trilyun rupiah sudah dikucurkan hasilnya hanya menempatkan Propinsi Papua dan Papua Barat sebagai dua Propinsi paling termiskin dan terbelakang dibawah Propinsi NTT dan Maluku se-Indonesia dalam laporan resmi Pusat Statistik Nasional (BPN) tahun 2021.
UU Otsus
Rancangan UU Otsus Jilid II yang drafnya hanya dua Pasal yakni UU Perimbangan Keuangan dan Pemekaran Propinsi Papua/Barat, yang saat ini berlangsung sedang dibahas oleh DPR RI di Senayan Jakarta menunjukkan Pemerintah Indonesia sedang mengalami kepanikan karena mengalami akal buntu alias tidak mampu lagi memiliki konsep lain selain ngotot tanpa malu untuk kembali memaksakan kegagalan kalikedua dan seterusnya yang akhirnya persoalan politik, hukum, sosial, budaya dan ekonomi Papua tidak selesai terus menerus sampai kapan?
Selain Otsus?
Selain Otsus solusi lain bagi Papua tak lain tak bukan adalah pengakuan Kedaulatan Papua. Inilah jalan terakhir bagi Pemerintah Indonesia bagi Papua untuk mengakhiri konflik sosial, politik, hukum, ekonomi, budaya dan agama bagi rakyat Papua.
Mau tidak mau, terpaksa atau dipaksa,pada akhirnya tidak ada jalan lain selain pengakuan kerdekaan bagi bangsa Papua adalah jalan terakhir dan satu-satunya solusi permanen bagi Propinsi Papua untuk mengakhiri seluruh peristiwa mengerikan pembantaian perampokan penindasan harkat martabat kemanusia manusia Papua sesuai dengan Pancasila Sila Ke-2 yakni Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dan Pembukaan UUD 45 bahwa Penjajahan dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan Pri Keadilan dan Pri Kemanusiaan.
Akal Buntu
Pertanyaannya adakah orang asli Papua menyetujui paket UU Otsus Jilid II yang sedang dibahas di DPR RI Senayan Jakarta yang umumnya para Anggota Dewan Perwakilan Papua itu? Jawabannya ada tapi ada tapinya.
Siapa mereka yang setuju tapi malu-malu? Atau menolak Otsus tapi mau tidak mau terima Otsus Jilid II itu? Mereka itu siapa lagi kalau bukan para pejabat dari Orang Asli Papua (OAP) yang selama ini sebagai pengguna dana Otsus menikmati berbagai fasilitas mewah negara dari uang puluhan trilyun rupiah dana Otsus mereka hidup diatas kemewahan sudah tentu menyetujui dengan diam yang punya rasa malu tapi yang sudah tidak punya rasa malu secara terang-terangan maju kedepan bersorak sorai meneriakkan yel-yel nasionalisme sambil membentangkan simbol Merah Putih, Garuda didadaku, NKRI harga mati dan seterusnya agar dianggap patriot sejati NKRI dalam penuh hipokriktisme mereka sebagai tanda persetujuan mereka menerima solusi akal buntu Pemerintah Pusat.
Penulis adalah Seorang Uztad asal Papua Pendiri Dewan Muslim Papua