Toleransi Mengalami Reduksi Makna, apa Sebenarnya Makna Toleransi di Era Digital?

Karyajurnalis | Jakarta

Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), merupakan Serikat Media pertama yang menggabungkan seluruh Siber se-Indonesia, bersinergy dengan Pojok Perkumpulan Literasi dan Diskusi (Populis) guna mengadakan kegiatan talkshow dan diskusi terkait, Berkah Ramadhan.

Kegiatan yang bertemakan, “Memperkuat tolerasi di era digital”, diselenggarakan di Kantor Dewan Pengurus Pusat (DPP) SMSI, Jalan Veteran II, No. 7, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (27/4/2021), pukul 15.00-18.00 Wib.

Acara tersebut dipandu oleh Dr. Nishal K, dihadiri Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat Drs. Firdaus, Moderator Meilanie Osok dan beberapa narasumber, seperti; Aktivis Perempuan Milenial Piet Cintya Mawar, Ketua Umum Nias Pesisir Ilham Mendrofa, Sekjen GAMKI, Ketua Presidium PP PMKRI Benidiktus Papa yang diwakili Gerakan Masyarakat PMKRI Alboin Samosir.

Dalam sambutannya, Ketua Umum SMSI, Firdaus mengatakan, SMSI merupakan organisasi media siber, khususnya Perusahaan Media Siber. Dengan adanya diskusi ini, diharapkan agar mempererat persaudaraan dan menghilangkan permusuhan serta perselisihan.

“Somoga di bulan Ramdhan ini, semua disucikan. Menghilangkan sekat, permusuhan dan perselisihan. Dengan era digital, kita makin mempererat persaudaraan di negara kita Indonesia.

Dalam diskusi, Meilanie mempertanyakan makna toleransi di era digital menurut pandangan dari narasumber.

“Apa seh sebenarnya makna toleransi di era digital?.” tanya Meilanie Osok

Aktivis Perempuan Millenial, Cintya memberikan pandangan dari sisi digitalisasi. Cintya menjelaskan, pentingnya di jaman sekarang untuk membangun literasi digital, sehingga setiap orang dapat menggunakannya secara bijak.

“Toleransi adalah suatu hal yang sangat mendasar, lahir dari diri sendiri, ketika satu sama lain bisa saling menghargai. Itulah toleransi.” jelas Cintya

Tak jauh berbeda halnya dengan Sekjen GAMKI, Sahat memaparkan, bahwa toleransi merupakan karakter khas dari masyarakat Indonesia. Diketahui karakter asli masyarakat Indonesia, merupakan toleransi dan gotongroyong.

“Saya bersyukur banyak temen-temen media siber disini, mungkin kedepannya bisa berkolaborasi dengan temen-temen millenial untuk menggunakan pelatihan-pelatihan literasi atau jurnalistik, dengan narasi yang positif dan membangun.” harapnya

“Tolerasi mengalami reduksi makna, kita harus memperluas arti dari toleransi itu sendiri, kata kunci dari toleransi adalah pertemuan-pertemuan, salah satunya dengan cara diskusi dan gotongroyong.” ungkap Alboin Samosir saat diberikan kesempatan untuk memberikan pandangannya terkait tolerasi di era digital

Paparan yang berbeda disampaikan oleh seorang Ketua Umum yang berdarah Nias, Ilham Mendrofa. Menurutnya, di era digital sekarang ini, bukan saatnya bertoleransi antar manusia, melainkan manusia dengan Robot. Tidak adanya sekatan antara Kota dan Desa, kaya dan miskin serta lainnya.

“Saat ini bukan lagi soal SARA, melainkan ketimpangan, karna itu adalah akar dari intoleransi yang terjadi. Media harus menjadi lokomotif untuk menyeimbangkan ketimpangan di negara ini, bukan lagi berdasarkan pesanan narasi dari kelompok tertentu, karna tanpa disadari sangat membahayakan. Intinya, intoleransi hadir karna adanya ketimpangan ditengah masyarakat.” paparnya

Semoga di era digital yang semakin berkembanh, diharapkan setiap individu dapat lebih bijak menggunakan kemajuan teknologi, baik dari sumber daya manusia maupun media sosial yang hadir ditengah masyarakat. Jadikan jaman milenial ini, dapat mempererat toleransi dari segala aspek, bukan malah menimbulkan intoleransi baru yang menimbulkan sekatan dan perpecahan.

(Michael)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *