KARYAJURNALIS.COM ]] JAKARTA — Sebuah investigasi mendalam mengungkap dugaan praktik monopoli proyek video di PT PLN (Persero). Perusahaan BUMN ini diduga kerap menggunakan jasa PT Sahitya Amartya Konsultama (SAK) untuk memproduksi berbagai konten video, meski tarif yang ditawarkan jauh di atas harga pasaran.
Dugaan ini mencuat saat Darmawan Prasodjo menjabat sebagai Direktur Utama PLN. Sumber terpercaya di lingkungan PLN Pusat mengungkapkan bahwa SAK seolah menjadi satu-satunya vendor yang dipercaya, meskipun ada banyak vendor lain dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang lebih kompetitif.
Bahkan, SAK dikabarkan mendapatkan kontrak payung dengan nilai yang sangat tinggi, di luar proyek-proyek video yang diberikan secara berkala. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa di PLN.
Lebih mengejutkan lagi, keterlibatan sekretaris perusahaan (Sekper) PLN, Alois Wisnuhardana, dalam kasus ini semakin menguatkan dugaan adanya konflik kepentingan. Alois, yang sebelumnya merupakan vendor untuk proyek video PLN, diduga memiliki hubungan erat dengan SAK dan berperan penting dalam memuluskan jalan perusahaan tersebut di PLN.
Menariknya, ketika mulai terendus adanya dugaan penyimpangan, SAK melakukan perubahan pada susunan pengurus perusahaan. Namun, perubahan ini dinilai sebagai upaya untuk menghilangkan jejak dan mengaburkan jejak audit.
Ketua Umum IWO, Teuku Yudhistira, mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit menyeluruh terhadap anggaran PLN. Ia juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme di PLN.
“Praktik monopoli proyek video di PLN ini tentunya merugikan negara dan masyarakat. Selain itu, hal ini juga merusak citra PLN sebagai perusahaan BUMN yang seharusnya mengedepankan prinsip-prinsip good governance,” ucap Yudhistira. Selasa (31/12).
Penting bagi pihak berwenang untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terlibat. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam pengelolaan perusahaan BUMN seperti PLN. (ITS)