Karyajurnalis – Jakarta
Dimasa pandemi, Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam proses penanggulangan bencana non alam masih tergolong lemah. Terlihat masih sedikitnya peran perempuan dalam mengambil kebijakan dan keputusan dalam keluarga.
Staf ahli Menteri bidang Komunikasi dan Pembangunan, Kementerian Pemberdaya Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Ratna Susianawati menekankan, bahwa pentingnya mengedepankan prinsip perspektif gender dalam proses penanganan bencana, khususnya dimasa Pandemi Covid-19.
“Pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak luar biasa. Perempuan menjadi kelompok rentan terbesar yang mengalami banyak persoalan. Untuk itu, sangat pentingnya prinsip perspektif gender dalam penanggulangan bencana, guna terpenuhinya kebutuhan strategis dan praktis mereka.” ujar Ratna di Kantor Kementerian PPPA dalam acara diskusi publik dan media yang dilaksanakan secara virtual dengan mengusung tema, kebijakan penanggulangan dampak pandemi covid-19 untuk perempuan, Jumat (19/3/2021).
Ditambahkan Ratna, bahwa penanggulangan bencana yang responsif gender merupakan isu lintas bidang yang melibatkan banyak pihak. “Penelitian terkait isu gender harus lebih banyak dilakukan, untuk mengidentifikasi berbagai persoalan dimasa pamdemi ini,” tambah Ratna.
Kemen PPPA telah bersinergy dengan Kementerian dan Lembaga lain, dalam menyediakan layanan “Sejiwa” (sehat jiwa). Selain itu, pengembangan gerakan “Berjarak” (bersama jaga keluarga kita) dengan melibatkan unsur masyarakat, mulai dari keluarga hingga tingkat desa.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengeluarkan peraturan, BNPB No. 13 Tahun 2014, tentang pengarusutamaan gender dibidang penanggulangan bencana yang melibatkan perempuan dan laki-laki dalam tanggap darurat responsif gender, namum masih belum berjalan maksimal.
Oleh karenanya, Kemen PPPA berupayah mendorong terus kesediaan data terpilih, untuk memastikan bantuan tepat sasaran, sesuai dengan kondisi kebutuhan masyarakat.
“Saya harap, kita semua menjadi garda terdepan untuk mengawal proses pemulihan, pemenuhan kebutuhan, pemberdaya yang adil dan setara, mengadvokasi dan mempromosikan kebijakan publik, termaksud promosikan kesetaraan gender diberbagai aspek kehidupan.” tutup Ratna.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina mengatakan, “bantuan sosial (bansos) dari pemerintah belum kuat memperhatikan pengurusutamaan gender. Masih banyak perempuan rentan belum mendapatkan bansos.” katanya.
“Perlu ada keterlibatan warga yang lebih besar dalam rumusan program bansos. Sosialisasi secara masif dan aksesible informasi mengenai bansos masih diperlukan agar bantua lebih tepat menjawab kebutuhan target masyarakat.” jelas Almas dalam virtual zoom.
(Michael)
https://www.facebook.com/antikorupsi.org/videos/3804766209616622