Nama : Intania Nestra
No Bp : 2010521016
Jurusan : Manajemen
Fakultas : Ekonomi
Kuliah : Universitas Andalas
Pendidikan bermutu adalah kekuatan dalam merubah arah kehidupan ke lebih baik di suatu daerah, bangsa dan negara. Bisa kita bayangkan jika masyarakatnya tidak mendapatkan pendidikan bermutu, tentunya mereka akan menjadi miskin ilmu dan terbelakang. Jadi adalah wajar bila pemerintah mengucurkan dana untuk dunia pendidikan dengan skala besar.
Seperti diketahui bahwa anggaran dunia pendidikan kita mendapatkan porsi lebih dibandingkan bidang lainnya, yakni 20% dari APBN. Angka 20 persen ini merupakan presentase yang lumayan besar. Jadi sudah semestinya kalau dengan pendanaan besar tersebut, dunia pendidikan menjadi lebih baik. Setidaknya, setara dengan negara maju lainnya.
Pada hasil survey yang dilakukan oleh OECD di tahun 2018 lalu. Sayangnya Indonesia di jajaran nilai terendah terhadap pengukuran membaca, matematika dan sains. Sedangkan kemampuan membacanya berada pada peringkat 74, kondisi ini turun 10 peringkat. Padahal pada tahun 2015 lalu, kita masih menempati peringkat ke-64. Menyedihkan memang, apalagi bila dilihat secara kasat mata, budaya membaca kita sangatlah rendah.
Sementara pada kategori matematika, pendidikan kita berada di peringkat ke-7 dari bawah (73). Padahal jika dilihat antusias mereka pada pelajaran matematika, sangatlah tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Bagaimana tidak, di SD kelas rendah saja, peserta didik sudah diajari akar dan pangkat serta soal-soal yang rumit lainnya, sehingga sangat sulit untuk diselesaikan bahkan oleh guru yang mengajar di SD itu sendiri.
Bila kita rasakan, sepertinya dunia pendidikan kita belum efektif jika dibandingkan dengan besarnya dana yang disediakan pemerintah. Karena pada dasarnya, tantangan pendidikan global tidak hanya menyediakan akses pendidikan bagi masyarakat saja. Tetapi memastikan progres atau perkembangan pendidikan itu sendiri.
Terlepas dari pemaparan singkat di atas. Sekarang kini dunia pendidikan kita sedang sekarat, serasa terasa pada ‘titik nadir’. Hal ini tidak boleh di biarkan. Preses belajar mengajar yang hanya dijalani melalui daring dengan aplikasi yang tidak dirancang untuk proses belajar mengajar jarak jauh, telah memaksa kita masuk kedalamnya.
Kita menyadari bahwa kita terhukum oleh masa pandemic, dimana semua aspek tatanan kehidupan masyarakat berubah drastis. Banyak masyarakat yang belum siap untuk menerima perubahan akibat pandemi covid-19. Dengan begitu, tentu saja hal sedemikian mengubah pola pikir manusia dan norma sosial di masyarakat. Artinya, pandemi memberikan dampak yang sangat luar biasa.
Sistem pembelajaran jarak jauh, tidak ada yang bisa menjamin ke efektiffannya. Guru bersangkutan harus mampu memastikan kalau siswanya dapat memperoleh ilmu pengetahuan secara benar.
Pembelajaran daring (online) telah membuat semua anak belajar dari rumah, mulai dari jenjang pendidikan TK, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Masa pandemi covid-19 telah membuat semua orang melakukan aktivitasnya secara online dengan menggunakan media online. Seperti zoom, Whatsaap, i-learning, google meet , google form dan lainnya.
Hambatan Saat Belajar Daring dari Rumah
Pada awal penerapannya, banyak siswa/mahasiswa ber-opini bahwa kelas daring membawa perubahan baik. Namun se-iring berjalannya waktu, ternyata tidak berjalan sesuai harapan. Salah satunya, yakni saat proses belajar ataupun perkuliahan secara daring.
Banyak mahasiswa mengalami kesulitan dalam belajar, begitu juga pada penggunaan internetnya. Keadaan ini telah membuat mahasiswa seakan patah semangat untuk belajar secara daring.
Mengapa masalah tersebut bisa terjadi dan kenapa mahasiswa mengalami kesulitan saat belajar secara daring ?.
“Menurut saya, masalah tersebut terjadi karena proses belajar daring telah membuat mahasiswa tidak fokus dalam mengikuti perkuliahan. Salah satu sebabnya ialah, koneksi internet yang kurang bagus. Terkadang ketika dosen menerangkan materinya, terdengar putus-putus. Belum lagi mahasiswa kerap mengalami kesulitan saat belajar daring. Seperti banyaknya tugas yang menumpuk, sehingga mereka merasa terbebani akan tugas yang diberikan tersebut”.
Mengingat akan banyaknya kendala yang mereka (siswa/mahasiswa) alami, menjadikan mereka menginginkan sistem belajar daring dihapuskan dengan diganti sistem belajar tatap muka.
Seperti yang kita bersama ketahui. Beberapa waktu lalu DPR RI telah merekomendasikan agar sekolah yang berada di zona kuning bisa memulai menyelenggarakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka, dengan tetap memastikan adanya jaminan keselamatan siswa dari paparan Covid-19.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah mengambil keputusan terkait hal itu, meski masih terlihat adanya pro kontra. Namun sekarang kita tinggal bagaimana kebijakan masing-masing sekolah atau kampus dan Pemerintah Daerah untuk kapan akan dimulai. Daerah yang dianggap zona kuning, mustinya telah melaksanakan KBM tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Misalnya, ruang kelas di isi hanya setengah dari jumlah siswa.
Dengan telah Pemerintah umumkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi COVID-19.
Dimana dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut, pemerintah memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah daerah/kanwil/kantor Kemenag untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di bawah kewenangan masing-masing.
Pemberian kewenangan penuh tersebut berlaku mulai semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2020/2021, di bulan Januari 2021.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengungkapkan, pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan hanya diperbolehkan untuk satuan pendidikan yang telah memenuhi daftar periksa. Dikatakannya, terdapat enam daftar periksa atau ceklis yang harus dipenuhi.
Daftar periksa pertama, yakni ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih dan layak, sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau hand sanitizer, dan disinfektan.
Daftar periksa kedua, mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan; ketiga, kesiapan menerapkan wajib masker; dan keempat, memiliki alat pengukur suhu badan (thermogun).
Daftar periksa selanjutnya adalah memiliki pemetaan warga satuan pendidikan. Harus mengetahui siapa yang memiliki komorbiditas, dari guru-guru serta para siswanya.
Daftar yang tidak memiliki akses transportasi yang aman, termasuk ke dalam pemetaan warga satuan pendidikan. Begitu juga riwayat perjalanan dari daerah yang tingkat risiko COVID-19nya tinggi, atau riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi positif COVID-19 dan belum menyelesaikan isolasi mandiri.
Keenam adalah persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali. Tanpa persetujuan perwakilan orang tua, sekolah itu tidak diperkenankan untuk dibuka. Kata Nadiem Anwar Makarim, pada 22 November 2020 lalu ketika memaparkan enam daftar periksa tersebut di atas.
Selain itu, pembelajaran tatap muka dapat dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Meski sekolah sudah memenuhi kriteria dan ceklis pembelajaran tatap muka, protokol kesehatan yang ketat harus tetap dilaksanakan.
Terkait protokol kesehatan, terang Nadiem kemaren itu, kondisi kelas pada jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, dan pendidikan menengah menerapkan jaga jarak minimal 1,5 meter. Kapasitas maksimal itu sekitar 50 persen dari rata-rata.
Semua sekolah harus melakukan rotasi atau shifting, tidak boleh kapasitas full. Perilaku wajib yang harus diterapkan di satuan pendidikan. Wajib pakai masker, semua anak, guru, tenaga pendidik harus memakai masker.
Perilaku wajib lainnya adalah mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan, menjaga jarak dan tidak melakukan kontak fisik serta menerapkan etika batuk/bersin.
Sementara itu, sekolah tidak diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan yang berkerumun. Kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Tidak ada lagi kegiatan selain KBM (Kegiatan Belajar Mengajar).
Mendikbud telah menegaskan, seluruh pemangku kepentingan dapat mendukung pemerintah daerah dalam mempersiapkan transisi pembelajaran tatap muka. Pemerintah pusat melalui berbagai kementerian/lembaga menetapkan kebijakan yang berfokus pada daerah. Kemudian, Satgas Penanganan COVID-19 di daerah memastikan risiko penyebaran COVID-19 terkendali, dan masyarakat sipil dapat bersama-sama mendukung pemerintah daerah, satuan pendidikan serta peserta didik.
Mengutamakan Kesehatan dan Keselamatan
Pemerintah daerah dapat menentukan kebijakan pembelajaran sesuai kondisi, kebutuhan dan kapasitas daerah.Kemudian mempersiapkan transisi pembelajaran tatap muka. Dinas Pendidikan dapat memastikan pemenuhan daftar periksa dan protokol Kesehatan di satuan pendidikan. Agar (KBM) tatap muka, bisa berjalan lancar.
Kesehatan dan keselamatan warga satuan pendidikan adalah hal utama yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka. Pemda diharapkan dapat membuat keputusan tepat dengan mengedepankan keselamatan dan kesehatan anak, guru, orang tua dan masyarakat.
Pada prinsipnya Kemendagri juga telah ikut mendukung. Sekarang ini, tinggal perannya Kepala Daerah untuk melakukan antisipasi kesiapan agar tatap muka tidak menjadi klaster baru dalam pendidikan dan KBM tatap muka.
Diharapkan pemerintah daerah sebagai pihak yang paling tahu kondisi lapangan, mengambil peran dan kewenangan penuh untuk menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Setiap kebijakan tepat yang di ambil, tentunya akan menjadi langkah yang bijaksana agar dunia pendidikan kita tidak berada di titik nadir.
Semoga karya ilmiah ini, dapat mewakili suara seluruh siswa ataupun mahasiswa negeri ini yang pada prinsipnya merindukan atau menginginkan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka.