Karyajurnalis – Tangerang Selatan
Perkembangan teknologi dan pandemi covid-19 berdampak luas terhadap berbagai sektor, termasuk sektor kesehatan. Disatu sisi merupakan ancaman, namun di sisi lain merupakan peluang bagi negara yang jeli posisikan diri dan mempersiapkan sistem Kesehatan nasional.
Pandemi covid-19, mendisrupsi secara masif ekosistem kesehatan global dan lokal. Saat ini masing-masing negara berusaha memproteksi keamanan kesehatan di negaranga. Indonesia juga mesti bersiap diri dengan perencanaan yang strategis dan matang, karena tidak ada yang bisa menjamin Pandemi tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang.
“Untuk itu terkait resiliensi isu kesehatan di Indonesia, saya rasa banyak yang harus dilakukan bersama, baik disisi teknologi biologi molekuler, teknologi pembuatan vaksin, teknologi dan ilmu epidemi, membangun kapasitas lab di seluruh Indonesia, mempersiapkan rumah sakit, reserch obat obatan dan terus memonitor kemungkinan terjadinya pandemi berikutnya di negara kita.” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakornas) Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) secara virtual di Nusantara Hall ICE BSD, dengan tema optimalisasi peran KKI di era disrupsi global, Selasa (30/3/2021) pagi.
Digitalisasi juga mengubah, mendisrupsi ekosistem kesehatan. Dengan adanya disrupsi, terjadi perubahan yang sangat drastis. Saat ini perusahaan teknologi juga memasukkan paten di ekosistem kesehatan tidak kalah banyak dibandingkan perusahaan kesehatan lama, seperti Sanofi, Pfizer dan sebagainya.
“Terjadi disrupsi yang sangat masif karena memang adanya penetrasi digitalisasi atau bagaimana informasi di manage di dunia ini.” ujar Menkes.
“Disrupsi yang disebabkan pandemi, teknologi informasi dan bioteknologi adalah tantangan kedepan yang dihadapi industri kesehatan. Setiap tantangan, the best way untuk menghadapinya adalah to embrace them, karena itulah perubahan.” tambah Menkes
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dr. Putu Moda Arsana turut menyampaikan bahwa, KKI merespons disrupsi global, dengan melakukan optimalisasi disemua tugas dan fungsi, mulai dari pendidikan, registrasi hingga pembinaan. Hal ini sebagai wujud komitmen KKI untuk memberikan layanan kedokteran yang berkualitas, sesuai dengan UU Praktik Kedokteran No 29 tahun 2004.
“Menghadapi perubahan, diperlukan cara berpikir yang adaptif, antisipatif, kreatif dan inovatif sehingga mampu memecahkan masalah yang ada, komunikasi yang baik, kemampuan bekerja sama dan saling mendukung antar pemangku kepentingan. Kami berharap, kami mampu bekerjasama dan saling mendukung dalam menjalankan program pemerintah dalam praktik kedokteran, khususnya dalam situasi disrupsi global.” ungkap Putu.
Untuk dapat menjalankan yang diamanatkan dalam Undang-undang Praktik Kedokteran, KKI mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik dalam meningkatkan mutu pelayanan medis. Semua tugas, fungsi serta wewenang dapat dilaksanakan dengan baik bila harmonisasi antara stakeholder dapat terselenggara dengan baik.
Era disrupsi akan sangat tergantung pada “komunikasi, Kolaborasi serta Integritas” di antara KKI dengan pemangku kepentingan. Sehingga, mampu dilaksanakan bersama penerima jasa kesehatan dengan satu tujuan, demi kepentingan masyarakat Indonesia.
Sebagai tindak lanjut, dilakukan penandatanganan nota kesepakatan antara Konsil Kedokteran Indonesia dan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, tentang pemanfaatan data surat izin praktik dokter dan dokter gigi serta data surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi dalam rangka percepatan pelayanan publik. Dalam waktu dekat juga akan dilakukan penandatangan nota kesepakatan, terkait pemanfaatan data secara interoperabilitas dengan Kementerian lain dan Pemerintah Provinsi/Kab/Kota serta stakeholder lainnya.
“Sehingga kita bersama mampu melayani dengan baik para dokter dan dokter gigi yang akan melayani masyarakat, maupun masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan terstandar dan aman.” tutupnya.**
(Michael)