Karya Jurnalis|Surabaya
Telah Terjadi Kekerasan Kepada Jurnalis Tempo Surabaya
Kekerasan terhadap Jurnalis Tempo di Surabaya, Nur Hadi telah terjadi, kali ini tindakan kekerasan yang dilakukan oleh beberapa pengawal acara pernikahan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Adji dengan anak dari Mantan Kepala Biro Perencanaan Polda Jatim Kombes Pol Achmad Yani. Pelaporan disampaikan langsung di Gedung SPKT Polda Jatim, Surabaya, Minggu (28/03/2021).
Tindak kekerasan yang diduga melibatkan anggota TNI, Polri dan sipil ini terjadi saat Nurhadi mencoba melakukan investigasi kasus suap pajak Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji yang saat ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam investigasi itu, Nurhadi mendatangi Gedung Samudra Bumimoro Jl Moro Krembangan, Kecamat Krembangan, Surabaya tempat berlangsunya resepsi pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dan anak Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.
Di tempat ini, Nurhadi diintrogasi, dibawa ke pos keamanan TNI hingga dibawa ke sebuah hotel. Dalam peritiwa itu, Nurhadi ditendang, ditampar dipaksa menerima uang Rp 600 ribu untuk dipotret hingga mendapat ancaman pembunuhan.
Berdasar pengamatan di lapangan, Nur Hadi hadir sekira pukul 13.30 WIB didampingi langsung oleh Ketua Asosiasi Jurnalis Indonesia (AJI) Surabaya Eben Haezer Panca, kemudian koordinator Kontras Surabaya Fatkhul Khoir, perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lentera Salawati Taher, LBH Pers, LBH Surabaya, serta beberapa kuasa hukum lainnya.
Setelah melalui proses selama kurang lebih 4 jam 15 menit atau sekira pukul 16.45 WIB, laporan tersebut diterima oleh pihak kepolisian yang langsung mengeluarkan Surat Laporan, yang kemudian berlanjut untuk proses visum di RS Bhayangkara Polda Jatim.
Ketua AJI Surabaya, Eben Haezer Panca mengatakan, laporan ini dilayangkan karena telah mengancam nyawa dari jurnalis yang sedang bertugas di lapangan.
“Prinsipnya Kami mendesak agar kepolisian mengusut kasus ini dan membawa pelaku ke pengadilan. Karena kami harap ini agar bisa kinerja polisi lebih profesional karena menurut pengakuan Mas Nur Hadi ada oknum kepolisian dan TNI juga,” kata Eben.
Menurutnya, kasus ini menjadi pelajaran kepada para penegak hukum agar dapat menghargai kerja jurnalistik para wartawan.
“Ini menunjukkan aparat penegak hukum masih melihat jurnalis sebagai ancaman. Kasus ini jadi pelajaran agar aparat penegak hukum menghargai kerja jurnalistik. Apalagi, kerja Mas Nur Hadi ini mengarah ke kepentingan publik terkait suap pajak,” harapnya.
Tak hanya itu, dalam kesempatan tersebut ia meminta kepada pihak kepolisian untuk memberikan jaminan keamanan kepada korban dan keluarga yang tak hanya diserang secara fisik, tapi juga secara psikologi.
Untuk itu juga, Eben mengaku, akan memberikan perlindungan dengan menempatkan Nurhadi dan istrinya ke safe house yang dirahasiakan lokasinya.
“Termasuk tim psikologi. Sementara memang belum, tapi akan kita lihat kalau memang dibutuhkan akan kita datangkan,” pungkasnya.
Sementara itu, Koordinator KonTras Surabaya, Fatkhul Khoir mengatakan, dalam kasus ini pihak kuasa hukum menuntut para oknum kekerasan dengan Pasal 170 KUHP mengenai penggunaan kekerasan, lalu pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang tindakan yang menghambat atau menghalangi kegiatan jurnalistik. Lalu Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, dan Pasal 355 KUHP terkait penganiayaan berat yang dilakukan terencana.
“Kacamata KonTras melihat ini tindakan menghalang-halangi tugas jurnalis, kan jurnalis punya hak untuk meliput sebuah peristiwa. Artinya kalau tidak menghendaki untuk diliput kan tidak harus menggunakan cara-cara kekerasan, masih bisa menggunakan cara baik-baik,” kata Fatkhul.
Karena itu, cara-cara yang dilakukan oknum kepolisian sudah melanggar hukum. Sehingga, sangat layak untuk mendapatkan hukuman.
Tak hanya itu, kinerja yang diperlihatkan oleh oknum kepolisian sangat tidak profesional dan tidak sesuai prosedur. Justru memilih main hakim sendiri.
“Sebenarnya sudah coba mengantar Nur Hadi ke Polres KP3 malah dibawa kembali lagi. Cara kerja yang seharusnya melewati prosedur hukum, bukan cara kekerasan untuk menghentikan proses jurnalis. Karena jurnalis ketika melakukan kerja jurnalistik invetigasi dilindungi UU terutama UU 40 tahun 1999 dalam pasal 18. Untuk itu tadi kita tekankan ke penyidik untuk dimasukkan,” pungkasnya.(red*)