BANDUNG, KARYAJURNALIS –DUA mahasiswa asal Papua di Bandung Jawa Barat menggelar aksi demo bisu mengenang peristiwa 20 tahun Wasior Berdarah didepan Gedung Sate Bandung Jawa Barat.
Peristiwa Wasior Berdarah yang terjadi pada tahun 2001 merupakan salah satu kejahatan kemanusiaan terbesar dari sekian banyak tragedi berdarah yang terjadi di tanah Papua yang hingga sekarang negara belum mampu mengungkap aktor dibalik kejahatan tersebut.
“peristiwa ini juga merupakan sebuah petunjuk yang nyata bagaimana pendekatan kekerasan di Papua yang dilakukan oleh aparat keamanan cenderung tidak proporsional dan kerap kali melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku di Indonesia,”tutur Emanuel.
Berdasarkan data Komnas HAM, lanjutnya, menyebutkan setidaknya terdapat jumlah korban yang banyak dengan perincian 4 warga tewas yakni Daud Yomaki, Felix Urban, Henok Maran dan Guntur Samberi, 39 orang terluka akibat penyiksaan, 5 orang dihilangkan secara paksa dan satu orang mengalami kekerasan seksual,”jelasnya.
“Dari sejak bulan Mei lalu kami sudah memulai aksi bisu dan persentasikan fakta operasi militer secara skala besar yang sedang terjadi di Papua kepada publik,”upaya ini dapat kami lakukan sebagai kampanye tentang peristiwa krisis kemusian, “jelas Emanuel Iyai melalui keterangan tertulis, yang diterima media ini, minggu,(13/6).
Lanjutnya, Kasus Wasior berdarah merupakan bukti negara masih melakukan tindakan kekerasan terhadap orang Papua yang hingga sekarang masih terus terjadi. “seperti di Ndugama, Intan Jaya, Puncak Papua dan beberapa daerah lainnya du Papua masih dalam operasi militer. Warga kehilangan tempat tinggal, mati kelaparan, melarikan diri ke hutan juga belum mendapatkan pendidikan serta pelayanan kesehatan secara baik,”beberanya.
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobai SH. MH mengatakan kasus Wasior Berdarah yang telah berumur 20 tahun tanpa ada pemenuhan hak atas keadilan bagi korban pelanggaran HAM berat menjadi bukti sekalipun telah ada BAB khusus tentang tentang HAM dalam UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, “jelas Gobai dipostingan akun facebook pribadinya, minggu, (13/6).
Namun pada prakteknya, Lanjut Gobai,”tidak mampu berikan Hak Atas Keadilan bagi korban pelanggaran HAM berat, “bebernya. (JI)