Foto Judul, Ketua Koordinator DPP DHN P-KPK Pepanri Yudiyantho P Suteja.
KARYAJURNALIS.COM ]] JAKARTA Saat ini peristiwa kecelakaan Study Tour Sekolah menjadi Branding topik baik di Medsos (FB, Tik Tok, Instragram) ataupun pemberitaan dari Media Cetak, Media Online, sampai Pemberitaan TV Streaming.
Dalam hal ini polemik bergulir bak bola panas, sampai menyinggung atau ada yang berpendapat mengarah pada profesi Guru sebagai salahsatu Faktor adanya Study Tour di Sekolah.
Hal tersebut pun akhirnya ditanggapi serius oleh Yudiyantho P. Suteja Ketua Koordinator DPP DHN P-KPK Pepanri saat dijumpai oleh rekan Media Central Media Bangkit Group ditengah-tengah kesibukan di Kantornya, di bilangan Jakarta Selatan tepatnya Wisma Korindo Pancoran Lantai 6. Rabu (15/05/24).
Saat di wawancara Wartawan, Beliau sangat menyayangkan adanya pelebaran masalah terkait kasus kecelakaan Bus Subang, dimana mobil Bus Trans Putra Fajar yang membawa rombongan Study Tour Siswa/Siswi SMK Lingga Kencana Depok diduga mengalami rem blong (Sesuai yang diberitakan oleh pihak Kepolisian saat cek TKP), yang mengakibatkan 11 nyawa meninggal dunia, 10 dari rombongan para Siswa/Siswi dan satu dari warga pengendara motor.
” Saya Sebelumnya atas nama Pribadi dan Organisasi DPP DHN P-KPK Pepanri mengucapkan Turut Berduka cita sedalam-dalamnya atas peristiwa Study Tour Subang yang menelan nyawa 11 Orang. Karena menurut pendapat Saya dalam kasus ini seharusnya menjadi fokus utama kita adalah dari sisi objeknya atau kendaraannya, yakni apakah ini Human Erorr, Atau karena kurangnya pengawasan terkait mobil-mobil transportasi yang di modifikasi tanpa izin dari Dinas terkait, sehingga menyebabkan adanya pelanggaran SOP yang dilakukan oleh pemilik PO Bus itu sendiri,” ujarnya.
” Karena dalam temuan KNKT sendiri menyampaikan, bahwa Bus tersebut memang telah ada modifikasi Body Bus yang tidak Standar dengan Chasisnya. Sementara Modifikasi Kendaraan itu sudah diatur dan tertuang dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 52 ayat 2, Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud sebelumnya, tidak boleh membahayakan keselamatan berlalu lintas, menghambat arus lalu lintas, serta merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui. Aturan ini juga diperkuat dengan, ” Pihak yang hendak melakukan modifikasi atas kendaraan bermotornya juga diwajibkan untuk memiliki izin atas modifikasinya sebagaimana dalam Undang-undang No.22 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2012. Modifikasi yang dilakukan tanpa memiliki izin dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah), hal ini berdasarkan Pasal 277 UU No.22 Tahun 2009“, jelasnya.
“Nah, jadinya dapat disimpulkan bahwa Dinas terkait dalam hal ini Samsat, DLLAJ, dan Kepolisian bisa menindak tegas para pemilik P.O.-P.O. Bus nakal yang sesuka hatinya merubah peruntukan Bus demi keuntungan semata, Karena jujur menurut Saya, siapa saja dapat tertimpa musibah saat kita naik Bus atau kendaraan yang tidak Standar. Jadi dalam hal ini harus jadi perhatian khusus bagi Dinas atau Instansi pemegang tanggung jawab terkait perizinan Transportasi,” tuturnya.
” Sementara terkait polemik Bola Panas yang berkembang adalah Posisi adanya pembelokan statement terkait adanya unsur dugaan kewajiban (pemaksaan) dalam kegiatan Study Tour yang diadakan oleh pihak Sekolah. Nah hal ini pun harus ditanggapi secara bijaksana, memang Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau daerah (sekolah negeri) tidak diperbolehkan melakukan pungutan terhadap wali murid. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan Dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Dasar. Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan Dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Dasar menyatakan: Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan. Karena ada selentingan Statement adanya kewajiban untuk Study Tour terutama di Sekolah Negeri dari mulai SD sampai SMA sederajat membuat Masyarakat mengkaitkan kejadian kecelakaan tersebut dengan dugaan-dugaan pungli di Sekolah,” paparnya.
” Jadi sebenarnya tidak semua sekolah melakukan dugaan – dugaan pungli Study Tour tersebut dan tidak semua Guru mewajibkan itu, tapi hanya sedikit Oknum yang memang melakukan hal tersebut, jadi jangan Kita sama ratakan,” ungkapnya.
” Karena sekarang para penyelanggara pendidikan di Sekolah sudah tau bahwa ada sangsi mengikat bagi mereka, bilamana mereka nekad melakukan hal-hal tersebut seperti pada Pasal 11 huruf c Peraturan Menteri pendidikan dan kebudayaan No 44 Tahun 2012. Selengkapnya bunyi Pasal 11 huruf c Peraturan Menteri pendidikan dan kebudayaan No 44 Tahun 2012 yakni: pungutan tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah/lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan baik secara langsung atau tidak langsung. Yang akan tersambung dalam hukum pidana secara umum mengatur bagi pihak kepala sekolah yang bersangkutan dan kepala Dinas Pendidikan setempat yang mengetahui dan tetap melakukan pungutan terhadap wali murid maka dapat dianggap menyalahgunakan jabatan, dan atas tindakan tersebut melanggar Pasal 423 KUHPidana dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara,” jelasnya.
” Jadi Saya rasa tolong bedakan antara Profesi mulia Guru dengan Oknum Guru. Jadi Saya rasa untuk kejadian tragedi Study Tour Subang pasti berkaitan, antara Human Erorr , Sekolah yang mengadakan, dengan P.O pemilik Transportasi. Intinya kejadian Subang menjadi satu pelajaran berharga bagi Kita semua, bahwa segala sesuatu itu harus benar-benar di pikirkan saat Kita memutuskan sesuatu, baik pihak Sekolah, penyelenggara Transportasi, dan Pemerintah dalam mengetatkan aturan Transportasi Umum,” pungkasnya. (Tim)