Karya Jurnalis|Jakarta-Rumah Sakit Bunda Menteng di Jakarta Pusat tega memecat tidak hormat kepada karyawan yang telah bekerja hampir 4 tahun. Kemudian mantan karyawan bernama Heidias Herwanti S.Psi., M.Psi melayangkan gugatan kepada Rumah Sakit tersebut sejak beberapa bulan lalu hingga saat ini belum mencapai titik temu.
Pasalnya, mantan karyawan tersebut sempat mengemban jabatan People Develoment Specialist ini tidak menerima kompensasi atau pesangon meski telah bekerja hampir 4 tahun lamanya.
Bahwasanya, dalam dugaan pihak penggugat, pihak perusahaan yaitu PT. Bundamedik, Tbk., malah mencoba memutarbalikan keadaan dengan menyebut kinerja karyawan buruk.
Sementara pihak karyawan sudah melayangkan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di PN Jakpus, dan terdaftar 21 Februari 2022.
“Semestinya kan ada mekanismenya yakni perundingan bipatrit ?,” kata kuasa hukum Heidias, Ichwan Tony, S.H., CIL, Selasa 29 November 2022.
Sementara keterangan yang kami himpun yang diberikan pihak Heidias, kuasa hukumnya menyebutkan kliennya dipaksa menandatangani dokumen sebagai alih-alih persetujuan perundingan bipatrit, namun menurutnya ‘hoax’.
“Tapi kami tidak terima salinan bipatrit tersebut, bila ada maka pasti kami duga itu palsu dan akan kami upayakan untuk proses jalur hukum pidana, karena klien kami tidak pernah merasa tanda tangan akte bipatrit itu,” kata Ichwan.
Penggugat dengan tegas menyampaikan, PT Bundamedik tidak melaksanakan prinsip atau asas Good Corporate Governance (GCG) atau asas prinsip tata kelola yang baik dalam menjalankan perusahaan dan membuat suatu keputusan dan kebijakan.
Di kala persoalan yang terus berlanjut itu, pihak rumah sakit sempat menjanjikan menyelesaikan masalah ini dengan cara kekeluargaan.
“Perseroan tengah mengupayakan penyelesaian masalah dengan cara kekeluargaan menurut mekanisme tersedia berdasar UU Ketenagakerjaan, dan peraturan perundang-undangan berlaku,” kata Direktur Utama Bundamedik, Mesha Rizal Sini pada Maret 2022 lalu, mengutip laman Emitennews.
Namun, disebut Ichwan kliennya hanya mendapat janji-janji saja. Ia mengatakan bila tidak ada realiasai mediasi kepada kliennya sebagai jalan tengah persoalan PHK sepihak.
“Mereka mencoba tidak melakukan perdamaian. Maka tuntuan kami adalah ganti kerugiaan imaterial besaranya Rp25 miliar,” sebut Ichwan.
“Kami sudah lakukan konfirmasi ke Dinas Ketenagakerjaan yang rekomendasi BHSM beri kompensasi PHK. Faktanya, mediasi secara kekeluargaan sejauh ini tidak pernah terjadi.”
Saat ini kuasa hukum Heidias menyatakan pihaknya sudah masuk ke gugatan kedua. Menurutnya, dalam ajuan gugatan juga tercantum bahwa kliennya tidak pernah menandatangani perundingan bipatrit.
“Tapi kami tidak terima salinan bipatrit tersebut, jadi itu palsu, dia tidak pernah tanda tangan akte bipatrit itu,” jelas Ichwan.
Pernyataan Direktur Utama Bundamedik
Diketahui, pada gugatan pertama ke PN Jakpus dengan nomor perkara 338/Pdt.Sus-PHI/2022/PN Jkt.Pst. Tergugat menyebut tidak ada gunanya untuk melakukan gugatan kepada PT. Bundamedik Tbk.
“Melihat nilai dari gugatan yang diajukan, dapat disampaikan dampak dari gugatan tersebut tidaklah signifikan,” kata Mesha Rizal.
Bersmaan dengan itu, menurut Ichwan, kliennya itu sudah pernah secara langsung menerima ungkapan dari perusahaan bahwa jalur hukum yang ditempuh Heidias akan sia-sia.
“Pihak sana tidak ada bipatrit, memaksa untuk tanda tangan dokumen, dia bilang ‘percuma gugat ke pengadilan’,” jelas Ichwan.
Di sekira beberapa bulan lalu, Mesha Rizal menyebutkan karyawan yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran hingga 3 kali surat peringatan yang menurut Mesha tidak diidahkan.
“Walaupun sudah diberikan SP sampai dengan ketiga kalinya, karyawan tetap melakukan pelanggaran atas aturan yang berlaku di BMHS. Oleh karena itu, kemudian BMHS memutuskan untuk melakukan PHK atas hubungan kerjanya dengan karyawan,” papar Mesha.*