Karya Jurnalis|Jakarta- Aparat Penegak Hukum bernama Polisi dekat dengan kekuasaan dalam mengatasi kejahatan dapat menggunakan cara kekerasan sehingga akhirnya kewenangan menjadikan citra polisi menjadi dipandang sebelah mata. Ditambah kesatuan Bhayangkara apabila dimaknai berarti menakutkan dalam terjemahan bahasa asli sansakerta.
Aparat Penegak hukum paling menarik untuk dibahas adalah polisi. Hal itu menjadi topik yang mampu menarik perhatian karena banyak keterlibatan manusia sebagai pengambil hukum.
Lagipula dari sudut hakikat, polisi menjadi hukum yg hidup, lantaran ditangan Polisi, hukum memiliki wujud khususnya dalam hukum Pidana.
Jika hukum bertujuan utk menciptakan ketertiban dalam masyarakat maka Polisi wajib melawan kejahatan.
Salah satu pekerjaannya tersebut, polisi banyak berhubungan dgn masyarakat dan konsekuensi mendapat sorotan dari masyarakat yang dilayaninya.
Di negara lain Amerika misalnya, menyatakan rekam jejak polisi mendapat cap yg kurang baik, suatu “tainted occupation”. Stigma tersebut diterima polisi karena polisi merupakan tokoh yg AMBIVALEN sekaligus DITAKUTI dan di KAGUMI.
Pekerjaan Polisi adalah penegakan hukum in optima forma dan Polisi adalah hukum yg hidup (living law).
Posisi dilematis polisi sangat nampak karena dia berada dalam 2 mata uang, satu sisi untuk mencapai tujuan sosial dalam sisi lain memenuhi tujuan dari hukum itu sendiri yakini Keadilan, kepastian dan kemanfaatan.
Hari-hari ini nampak dan teramat jelas dengan pendapat (Akolnick 1966) hukum tdk hanya sebagai sarana untuk mencapai ketertiban melainkan menjadi lawan dari ketertiban.
Keadaan demikian dapat dibayangkan kesulitan yang dialami oleh seorang polisi dalam menjalankan tugasnya.
Maka sampai pada kesimpulan singkat bahwa polisi berada dalam dua dimensi yg saling bertolak belakang yakni tujuan HUKUM dan tujuan Sosiologi yang diharapkan.
Suka tidak suka, penggunaan kekerasan oleh Polisi sering disebut inti dari pekerjaan kepolisian. Apakah kekerasan “biasa” atau kekejaman (brutality).
Dengan beberapa kasus salah satunya Brigadir J polisi harus menerima dan memberikan pertanggungjawaban moral terhadap penggunaan kekerasan yang tidak sah apabila penembakan terhadap korban tdk atas nama ketertiban, tetapi atas nama kejahatan.
Kejahatan tidak akan memberikan keuntungan (Crime doesn’t pay).