Karya Jurnalis|Medan
Medan LabuhanDeli – Konflik yang terjadi di lahan eks HGU PTPN-II, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang, sejak tahun 2007 hingga sekarang terus berkelanjutan. Hal ini disebabkan pemerintah selalu regulator telah gagal dalam mengelola kekuasaan tanah negara.
Pantauan Redaksi mendapat Informasi dari wartawan Sumut Pos Fahri yang berada di lokasi desa helvetia membenarkan menerima laporan dari warga masyarakat ada mafia tanah menjual tanah garapan dengan sepotong surat dari kelurahan desa helvetia. “Demikianlah dikatakan Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPKLN) Labuhandeli, Saefal Bahry saat melalukan konsolidasi dengan masyarakat penggarap di lahan garapan Pasar 4, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang, Kamis (1/4).
Ditegaskannya, konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat bukanlah permasalan perbuatan pertentangan melawan hukum. Tetapi bentuk pertentangan atau melawan mafia tanah yang ingin menguasai lahan milik negara.
“Tanah ini adalah tanah negara. Tidak ada hak swasta atau mafia untuk menguasai lahan ini. Oleh karena itu, kita sebagai kelompok tani siap melawan mafia tanah yang ingin mencuri tanah negara,” tegas Saefal Bahry sekaligus mengutuk terorisme yang terjadi di Makasar dan Mabes Polri.
Dijelaskannya, lahan yang sudah dilepas oleh PTPN-II di Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang, seluas 193,94 hektare (Ha). Seluruh lahan sudah dikuasai oleh masyarakat sejak 20 tahun lamanya. Saat ini, Al-Washliyah hadir ingin mengusasai lahan seluas 32 Ha dari luas 193,94 Ha eks HGU PTPN-II.
Langkah Al-Washliyah yang ingin mengusir masyarakat di lahan seluas 32 Ha sangat bertentangan dengan kebijakan negara. Sebab, kekuasaan penuh atas tanah eks HGU adalah negara, sampai kapan pun masyarakat tidak akan terusik dengan hadirnya pihak swasta maupun mafia yang ingin mengganggu masyarakat.
“Perlu kita ketahui, pemerintah yang punya hak atas tanah ini. Al-Washliyah tidak memiliki surat yang sah, jadi kita tidak akan takut dan siap bertahan di lahan ini. Untuk itu, kita minta pemerintah harus tegas memerangi mafia tanah di Sumatera Utara khususnya di Kecamatan Labuhandeli, Deliserdang,” kata Saefal Bahry dihadapan masyarakat.
Sebelumnya, kata Saefal Bahry, pihak Al-Washliyah telah memberikan somasi kepada ribuan kepala keluarga (KK) di lahan seluas 32 Ha. Somasi tersebut adalah cacat hukum, sebab Al-Washliyah tidak memiliki alas hak atas tanah tersebut. Untuk itu, mereka telah melakukan upaya perlawanan dengan membalas somasi itu melalui kuasa hukum yang telah dipersiapkan.
“Dengan tegas sekali lagi, kehadiran Al-Washliyah untuk kepentingan pengembangan atau mafia tanah. Kami atas nama masyarakat meminta kepada pemerintah untuk tegas menyelesaikan konflik yang terjadi, sesuai dengan instruksi Kapolri membasmi mafia tanah,” ungkapnya.
Pria yang juga menjabat Sekretaris Kelompok Tani Menggugat (KTM) Sumut ini mengaku Presiden Jokowi melalui Kementrian Sekretaris Negara RI telah memurunkan tim untuk mengintruksikan kepada Gubernur Sumatera Utara untuk melakukan rapat koordinasi dengan kelompok tani di Sumatera Utara. Namun, Pemprovsu tidak mengundang kelompok tani di Sumatera Utara.
“Kita sebelumnya sudah menyurati Presiden Jokowi dan surat itu dibalas dengan nomor B-105/Kemensetneg/D-2/DM/10/2019 untuk jadwal rapat bersama dengan tim dari Kementrian Sekretaris Negara RI. Tapi, Pemprovsu tidak mengundang kita (HPPLKN). Kita sangat kecewa dengan Pemprovsu yang sengaja menghalangi kita untuk menyampaikan masalah ini ke Presiden Jokowi,” sebut Saefal Bahry.
Dengan tegas, Saefal Bahry tetap akan melakukan tindakan perlawanan dengan mafia tanah. Ia meminta agar, Pemprovsu untuk tetap menjalankan tim verifikasi dan identifikasi terhadap lahan eks HGU di Sumatera Utara. Sehingga, tidak memberikan peluang bagi mafia tanah melakukan perampasan lahan yang dikuasai oleh rakyat.
Sementara, Kelompok Tani Menggugat (KTM) Sumut, Unggul Tampunolon menambahkan, Presiden Jokowi telah menegaskan kepada Kapolri untuk memberantas mafia tanah. Saat ini, Sumatera Utara merupakan peringkat pertama masalah tanah di seluruh Indonesia.
“Kita berharap Kapolri bisa benar – benar membasmi mafia tanah di Sumatera Utara. Kita yakin, perjuangan tanah ini akan terselesaikan yang berpihak kepada rakyat. Mari kita lawan mafia tanah, agar tanah ini menjadi milik rakyat,” ucapnya memberi semangat kepada masyarakat penggarap.RED/RPK RI